Kamis, 22 Desember 2011

Para Pustakawan Muslim


Tulisan ini saya buat setelah membaca koran Republika hari Jumat, 18 Juni 2010 kolom Khazanah dan dari berbagai sumber. Ternyata pada masa dahulu kala ketika masa kejayaan Islam di dunia Arab dan sekitarnya perpustakaan sudah berdiri dan sebagai pusat peradaban keilmuan. Kita tahu, pada masa dinasti Bani Abbasiyah berdiri perpustakaan Baitul Hikmah yang sangat termasyhur dan merupakan perpustakaan terlengkap pada masa itu. Pada abad pertengahan ada perpustakaan sekolah Madrasah Nizhamiyah di Baghdad. Kelengkapan koleksi dan manajemen perpustakaan yang terkenal tersebut tidak lepas dari peran pertama para pemimpin pemerintahan (khalifah) yang memberikan perhatian khusus pada ilmu pengetahuan.  Kedua para ulama atau cendekiawan yang mempunyai semangat untuk menyebarkan ilmu yang dikuasai dengan mendirikan halaqah (diskusi). Ketiga adalah adanya para pustakawan yang andal dalam mengelola perpustakaan.
Pustakawan pada masa itu dituntut untuk menguasai banyak hal mulai dari pengenalan koleksi hingga intisari buku, agar dapat memberi penjelasan kepada pembacanya secara jelas. Pustakawan pada masa Islam bukanlah orang sembarangan. Mereka adalah sarjana dan ahli ilmu pengetahuan, bahkan tak jarang mereka bergelar profesor. Para pustakawan muslim yang terkenal pada masa kejayaan Islam adalah
1.       Abd al-Salam merupakan pustakawan dan manajer administrasi terkenal dari Perpustakaan Dar al-Kutub di Baghdad. Dia adalah pakar humaniora dan juga menguasai ilmu Al Qur’an, hadis hingga leksikografi. Dengan tangan dinginnya, perpustakaan ini tumbuh pesat dan menjadi salah satu kiblat ilmu pengetahuan di dunia Islam. Beliau meninggal pada tahun 1014 Masehi dan dimakamkan disamping pakar tata bahasa terkemuka yaitu Abu Ali Al Farisi.
2.       Al Qayrawani pustakawan di Madrasah Nizhamiyah di Baghdad. Beliau adalah pakar filologi dan merupakan pustakawan pertama di perpustakaan tersebut
3.       Abu Manshur Muhammad bin Ahmad al-Khazin, seorang pustakawan yang ahli fikih mazhab Syiah Imamiyah juga pakar humaniora khususnya dalam ilmu tata bahasa dan leksikografi. Selain itu, Abu Mansur adalah seorang kaligrafer terkemuka. Abu Mansur adalah pustakawan pada Dar Al Kutub
4.       Abu Abdullah Muhammad bin al Hasan bin Zarrarah al-Tha’i yang hidup pada abad 12 Masehi. Beliau adalah seorang pustakawan dengan keahlian di berbagai cabang ilmu pengetahuan. al – Tha’i selain sebagai pustakawan juga mengepalai rumah sakit di Iskandariyah. Pakar humaniora yang menetap di Baghdad ini mengurus perpustakaan masjid dan juga mendirikan kelompok studi yang mengkaji masalah humaniora
5.       Al Nadim pernah menjalani karier sebagai pustakawan. Dia juga seorang penjual buku sebelum kemudian menulis sebuah karya besar  berupa katalog yang berjudul Al Fihrist. Karya ini diakui para ilmuwan sebagai karya yang komprehensif. Buku ini menguraikan sebuah pusat pemeliharaan naskah di Irak.
Tugas pustakawan pada masa itu mempunyai tugas lain yaitu menjadi pengajar, penyalin buku dan juga penulis. Pustakawan dituntut untuk menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan. Tanpa dibantu teknologi komputer seperti saat ini pustakawan dituntut harus mampu menyusun koleksi yang jumlahnya ribuan dan membuat katalognya. Selain itu juga dituntut untuk menemukan buku yang dibutuhkan pengunjung dengan cepat dan memastikan kondisi buku tidak rusak dan hilang. Pustakawan pada zaman itu tidak dibantu teknologi katalog on line seperti saat ini namun mereka dapat dengan cepat dalam TKI informasi. Bagaiman dengan pustakawan pada masa kini???
Mengenai keuangan perpustakaan pada masa Islam menurut SM Imammuddin adalah sebagai berikut:
1.       Gaji Pustaskawan                           : 48 dinar
2.       Gaji Karyawan                               : 15 dinar
3.       Kertas untuk salinan/copy tulisan     : 90 dinar
4.       Kertas, tinta, pena                           : 12 dinar
5.       Karpet abbadan                              : 10 dinar
6.       Air                                                  : 12 dinar
7.       Perbaikan kari                                 : 1 dinar
8.       Perbaikan kerusakan buku               : 12 dinar
9.       Kain tebal untuk musin dingin           : 5 dinar
10.   Karpet untuk musim dingin               : 4 dinar
Jumlah                                              : 209 dinar
Secara manajemen para pustakawan pada masa Islam sudah memikirikan budget untuk operasional perpustakaaan. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Senin, 19 Desember 2011

Kecakapan Pustakawan dalam Komunikasi

 SESAME STREET; COOKIES MONSTER IN THE LIBRARY

Film ini menceritakan tentang Mr Cookies  yang sedang mencari tahu bagaimana cara membuat kue  . Untuk mencari informasi tersebut di berkunjung ke suatu ruangan atau gedung. Ketika dia masuk ke gedung tersebut sangat kagum dengan keadaan ruangan  yang rapi, bersih dan penuh buku. Di meja reseptionis Mr Cookies disambut oleh pustakawan yang langsung menegurnya karena dia berisik. Mr Cookis bertanya kepada pustakawan tersebut tempat apa ini? Pustakawan dengan ramah  menjelaskan kepada Mr Cookies bahwa ini adalah perpustakaan yang berisi buku yang dapat dimanfaatkan untuk dibaca atau di pinjam. Kemudian pustakawan menanya kepada Mr Cookies “Apa yang dapat saya bantu?”. Mr Cookies menjawab kebetulan saya senang membaca dan sedang mencari informasi tentang bagaimana cara membuat kue. Dengan ramah pustakawan menjawab “Ok kalau begitu akan saya carikan buat Anda buku tentang memasak kue!”. Mr Cookies menjawab: terima kasih atas bantuannya dan saya ingin mencari kue. Pustakawan menjawab: “Maaf disini perpustakaan tempat buku bukan tempat kue!”. Mr Cookies menjawab “Benar ini perpustakaan dan saya ingin cari buku tentang memasak kue?”. Pustakawan ke rak buku untuk mencarikan Mr Cookies buku yang dinginkan, dengan berguman Mr Cookies berkata “saya ingin mencari kue”. Pustakawan mendengar dan dengan wajah bersungut-sungut menjelaskan bahwa tempat ini perpustakaan bukan toko kue.  Mr Cookies menjawab “benar ini perpustakaan bukan toko kue, tapi saya ingin cari buku memasak dan kue”. Dengan marah-marah pustakawan menjawab Mr Cookies bahwa tempat ini perpustakaan bukan toko kue.
Dari ringkasan film di atas digambarkan bahwa perlu adanya pemahaman timbal balik antara pustakawan dengan pemakainya. Pustakawan harus dapat melayani dengan sabar pemakainya. Dalam melakukan layanan kepada pemustaka harus menggunakan prinsip SERVICE. Pustakawan juga harus mengetahui bagaimana menghadapi pemakai yang banyak bertanya dan sulit menerima penjelasan seperti Mr Cookies. Untuk menghadapi pemakai seperti Mr Cookies harus dengan sabar dan jangan cepat marah. Oleh karena itu bagi pustakawan dalam melayani pemakainya harus dengan ramah dan sabar jangan cepat marah. Hal itu akan semakin meperburuk citra pustakawan di mata masyarakat. Pustakawan di mata masyarakat adalah orang penjaga buku yang galak, cepat marah dan tidak ramah sama sekali. Untuk itu kita sebagai pustakwan masa depan perlu mengubah atau memperbaiki pandangan masyarakat tentang profesi pustakawan. Pustakawan saat ini bukan hanya seorang penjaga buku, monster perpustakaan akan tetapi pustakawan saat ini harus mempunyai keterampilan untuk mengetahui kebutuhan pemakai akan informasi. Pustakwan harus menjadi seorang provider informasi bagi masyarakat pemakainya.  Pustakawan harus percaya diri dan bangga dengan profesi yang dijalaninya.

Rabu, 07 Desember 2011

Bolehkah Pustakawan Marah???

Judul di atas dibuat karena kejadian yang saya alami beberapa hari ini. Kejadian ini saya alami pada waktu saya menjalankan tugas sebagai seorang pustakawan. Kejadian tersebut yang membuat saya tulisan ini versi seorang pustakawan, ceritanya begini: beberapa hari ini memang perpustakaan sangat padat pengunjung karena mahasiswa sedang ujian tengah semester (UTS). Dengan ramainya pengunjung otomatis membuat perpustakaan ama sangat berisik (melebihi pasar malem, lebai.com), hal itu juga berefek samping dengan jumlah buku yang berantakan. Yang mebuat saya semakin geregetan adalah waktu saya shelving koleksi referensi yang merupakan tugas saya setiap hari menjelang tutup layanan. Koleksi referensi berantakan seperti kapal pecah terutama koleksi kitab tafsir dan hadits, dua rak penuh buku tersebar dimana-mana dan berantakan. Saya berpikir apakah ini merupakan efek dari layanan yang open acces?? Atau apakah pemustaka tidak tahu cara mencari koleksi referensi?? Apakah para pemustaka  tahu kalau beban kerja pustakawan disini sudah overload???
Dengan kejadian di atas bolehkan kita sebagai pustakawan marah kepada pemustaka??? Mungkin orang lain akan memberi masukan ditegur aja pemustaka, bagaimana mau menegur kalau waktu shelving pemustakanya sudah ndak ada..