Kamis, 12 Januari 2012

PERPUSTAKAAN MASJID


MASJID DAN PEMENCARAN INFORMASI:
TINJUAN TERHADAP PERPUSTAKAAN MASJID SEBAGAI SARANA MENCERDASKAN UMAT

PENDAHULUAN
Masjid merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat,  dimana ada umat Islam dapat dipastikan di tempat itu ada masjid sebagai tempat ibadah kaum muslimin dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dan sebagai pusat informasi bagi jamaah. Juga masjid merupakan tempat meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan umat baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat. Hal ini sesuai dengan arah dan tujuan Pembangunan Nasional yaitu adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Masjid, dalam kehidupan masyarakat muslim, punya daya magis yang luar biasa dan intensitas kunjungan mereka ke tempat ibadah ini sangat tinggi. Bahkan, fakta sejarah menorehkan, bahwa masjid itu multifungsi: tempat ibadah, musyawarah, silaturrahim, pusat dakwah, benteng pertahanan perang, dan juga sebagai lembaga pendidikan. Hemat penulis, “memanfaatkan” masjid sebagai sarana untuk mencerdaskan umat dengan menjadikan masjid sebagai pusat baca masyarakat, dapat dikategorikan memakmurkan masjid. Selain itu, minat baca masyarakat akan terdongkrak, dan akhirnya kita akan menemukan masyarakat kita sebagai masyarakat yang cerdas, menghargai ilmu pengetahuan, serta memiliki hati yang selalu “terikat” dengan masjid.
Masjid sejatinya tidak hanya menjadi tempat beribadah umat Islam. Menurut J Pendersen dalam bukunya Arabic Book, pada masa keemasan Islam, masjid juga berfungsi sebagai pusat kegiatan inetelektualitas. Pada era kekhalifahan, masjid merupakan sarjana dan Ulama menyusun buku. “Sebelum diterbitkan, seorang penulis atau ilmuwan harus mempresentasikan isi bukunya kepada publik. Mereka melakukannya di masjid dengan cara dibaca atau didiktekan,” menurut Ziaudin Sardar. Masjid dan perpustakaan pada masa kejayaan Islam tak bisa dipisahkan. Sebab, masjid juga memainkan peranan penting lainya yaitu sebagai perpustakaan.
Idealnya semua masjid memiliki perpustakaan sebagai salah satu sarana pendidikan non formal bagi  jamaah masjid dan diharapkan perpustakaan tersebut dapat membantu meningkat pengetahuan dan kemampuan jamaah. Peran strategis ini dapat direalisasikan manakala kita berpegang teguh kepada salah satu ajaran  agama untuk tetap memakmurkan masjid. “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, mengeluarkan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah SWT, merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan yang mendapatkan petunjuk”. <QS. At Taubah : 18>
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang secara perpustakaan masjid pada masa kejayaan Islam, dan strategi yang harus dilakukan agar perpustakaan masjid sabagai sarana mencerdaskan umat.

PERPUSTAKAAN MASJID PADA MASA KEJAYAAN ISLAM
SEJARAH MASJID
Secara bahasa masjid berarti tempat bersujud. Istilah “masjid” berasal dari kata sajad, yasjudu yang berarti membungkuk dengan hormat dalam posisi sujud pada waktu sholat ( Al-Munawwir, 1984: 650). Dari kata tersebut berubah menjadi “masjid” yang merupakan kata benda yang menunjukkan arti tempat sujud (isim “makan” dari fi’il “sajada”). Jadi masjid merupakan Baitullah atau rumah Allah. Sehingga orang yang memasukinya disunahkan mengerjakan shalat tahiyatul masjid sebanyak 2 rekaat sebagai penghormatan terhadap masjid.
Masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah SAW (Shihab, 1996 : 461) adalah masjid Quba’, kemudian disusul dengan masjid Nabawi di Madinah. Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tentang masjid yang dijuluki Allah sebagai masjid yang dibangun atas dasar takwa (QS. Al-Tawbah (9):108), yang jelas bahwa keduanya masjid Quba dan masjid Nabawi dibangun atas dasar ketakwaan, dan setiap masjid seharusnya memiliki landasan dan fungsi seperti itu. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW meruntuhkan bangunan kaum munafik yang juga mereka sebut masjid dan menjadikan lokasi itu tempat pembuangan sampah dan bangkai binatang, karena di bangunan tersebut tidak dijalankan fungsi masjid yang sebenarnya, yakni ketakwaan.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad mengajarkan “bumi ini adalah masjid bagimu. Oleh karena itu, tunaikanlah shalat di mana saja kamu berada pada saat waktunya tiba ( Shahih Muslim, Masjid I). Meskipun shalat dapat dilaksanakan di mana saja, dan masjid-masjid sebagai tempat shalat dapat dibangun dimana-mana, pada umumnya aktivitas shalat maupun bangunan masjid dapat dijumpai di kota, desa dan kampung. Di mana kaum muslim bermukim, dalam jumlah yang cukup banyak, usaha pertama yang dilakukan adalah membangun masjid di tengah-tengah mereka. Selama masa penaklukan Islam di Irak dan Afrika Utara pada abad ke 7, tentara muslim biasanya meyediakan tempat khusus untuk dijadikan masjid di tengah-tengah perkemahan mereka, mengikuti contoh Rasullah ketika berada di Madinah. Ruangan shalat tersebut berkembang menjadi bangunan-bangunan yang digunakan sebagai tempat ibadah.

PERPUSTAKAAN MASJID PADA MASA KEJAYAAN ISLAM
Menengok perkembangan perpustakaan sebagai pusat ilmu pengetahuan bagi kaum muslimin dengan masjid sebagai pusat keagamaan dan peradaban pernah terjadi pada masa keemasan Islam  sekitar abad 7 sampai dengan 13 H, kira-kira pada zaman Abbasiyah. Sejarah Islam menyebutkan bahwa misi dinasti Amawiyah  tercatat lebih konsentrasi pada ekspansi perluasan wilayah, sedangkan Abbasiyah memberikan perhatian pada peningkatan mutu kemampuan kaum muslimin dalam berbagai bidang dan lebih menitikberatkan konsentarsi pada pengembangan peradaban Islam (Islamic civilization).
Sejumlah perpustakaan besar yang tercatat dalam lembaran sejarah pada masa itu telah membawa pengaruh positif bagi perkembangan umat dan kejayaan Islam. Kaum muslimin di saat itu, bergerak sangat agresif dalam mendalami dan menyebarkan berbagai cabang ilmu pengetahuan dan hal ini telah menyebabkan Islam menemukan kejayaannya yang luar biasa. Meskipun pada akhirnya semuanya habis termasuk  perpustakaannya, menyusul kemunduran kaum muslimin dari pentas peradaban, termasuk karena ekses kekalahan dalam perang salib. Kita tidak sedang bernostalgia, namun kita mencoba mempelajari faktor-faktor kejayaannya dan mencari kemungkinan mengikuti jejak sejarah itu kembali.
Menurut M. Kailani Eryono (1991:12) ada empat faktor yang dapat menyebabkan kejayaan, yaitu :
1.      Kecintaan umat Islam pada ilmu pengetahuan.
2.      Perhatian Kepala Negara pada pembangunan tradisi keilmuan.
3.      Tingginya motivasi penerjamah dan penulis.
4.      Banyaknya waqaf buku dari para dermawan.
Di masa pemerintahan Khalifah al-Makmum, beliau merekonstruksi masjid yang tidak terpisah dengan perpustakaan. Di Andalusia saja, pada abad  ke-10 terdapat  sekitar 20 perpustakaan. Salah satunya, yaitu perpustakaan umum Cordova, telah mampu menyediakan 400.000 judul buku. Padahal, pada empat abad berikutnya, sebuah perpustakaan yang terlengkap di Eropa pada Gereja Canterbury  hanya mampu menyediakan 1.800 judul buku. Bahkan, perpustakaan umum di Tripoli mampu menyediakan  tiga juta judul buku dan 50.000 eksemplar al-Quran berikut tafsirnya pada abad yang sama. Kini umat Islam ditantang dan bertanggungjawab menjadikan kembali perpustakaan berbasis masjid sebagai media pencerahan dan perncerdasan umat.

PERPUSTAKAAN MASJID SEBAGAI SARANA MENCERDASKAN UMAT
Perpustakaan masjid merupakan perpustakaan umum yang berada di lingkungan masjid. Koleksinya umumnya diutamakan buku-buku ilmu keagamaan (Agama Islam). Bila dipersentasekan, sekitar 60 persen koleksi perpustakaan masjid diisi koleksi ilmu pengetahuan tentang agama islam dan 40 persen berisikan koleksi tentang ilmu-ilmu teknologi. Sedangkan sasaran yang akan dicapai melalui perpustakaan masjid itu, antara lain untuk memantapkan iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT dan juga kecakapan serta keterampilan untuk meningkatkan taraf hidup di berbagai bidang kehidupan melalui ilmu pengetahuan.
Perpustakaan masjid diletakkan di serambi kanan atau kiri masjid. Posisi ini agar mudah terlihat dan diakses oleh jama’ah. Tuntutan administrasi jangan sampai membuat jama’ah (yang kemudian dijadikan anggota) mengalami kesulitan dalam mengakses bahan pustaka. Apalagi, jama’ah masjid tersebut dengan mudah dikenali karena memang dari daerah yang tidak jauh dari masjid dimaksud.
Perpustakaan masjid yang ideal seharusnya menjalankan fungsi-fungsi perpustakaan. Fungsi perpustakaan tersebut yaitu sebagai tempat mengumpulkan koleksi baik buku, majalah maupun bentuk koleksi lainnya, mendata koleksi yang masuk, mengkategorikan koleksi kedalam kelompok yang sesuai, menyusun koleksi di rak koleksi sesuai dengan pengelompokkannya agar mudah diakses oleh pengunjung, memelihara dan menjaga kondisi fisik koleksi, mengatur distribusi (peminjaman dan pengembalian) koleksi dan menyediakan fasilitas tambahan lainnya yang mendukung kenyamanan pengunjung.
Kegiatan perlu dilakukan perpustakaan masjid agar menjadi sarana mencerdaskan umat antara lain;
1.    Dari segi koleksi, perpustakaan masjid setidaknya memiliki koleksi sebagai berikut:
a.    Khutbah Jum’at (edisi dua bahasa: Arab dan Indonesia)
b.    Buku-buku yang berisi tentang keutamaan-keutamaan Hari Jum’at, Shalat Jum’at, Shalat Jama’ah, Bulan Ramadlan, Puasa, I’tikaf di masjid, dan lain-lain yang berkaitan dengan ibadah, seperti Rahasia Lailatul Qadar.
c.    Rekaman khutbah jum’at khusus yang diterjemah atau ada penjelasan dalam Bahasa Indonesia. Rekaman ini dalam edisi MP3. Dengan edisi MP3, biayanya akan lebih murah dan lebih mudah di back up oleh jama’ah untuk koleksi pribadi.
d.   Mengoleksi buku-buku Sejarah Islam
e.    Buku biografi Nabi Muhammad dan para ilmuwan Islam agar umat yang membacanya termotivasi untuk mengikuti jejaknya.
f.     Buku pengetahuan umum dan teknologi untuk menambah wawasan umat
g.    Berlangganan Koran. Koran dapat diletakkan di mading dekat parkir masjid atau di halaman masjid yang teduh. Pengurus Perpustakaan bisa mengambil kebijakan berlangganan koran hanya pada hari jum’at saja. Karena pada hari jum’at, anggota perpustakaan (semua jama’ah masjid) banyak yang datang.
2.    Menerbitkan Buletin Jum’at. Buletin ini berisi tema yang beragam sesuai isu teraktual, baik internasional (seperti invasi ke Iraq, dll.), nasional (tentang penetapan 1 Muharram, dll.), atau juga lokal (adanya aliran sesat, dll.). Jika muncul kekhawatiran dengan adanya buletin ini jama’ah tidak akan mendengarkan khutbah, maka redaksi wajib menuliskan peringatan “Dilarang Dibaca Saat Khutbah”. Redaksi Buletin Jum’at juga dapat menerbitkan edisi khusus menjelang bulan ramadlan (misal, berisi faidah shalat tarawih selama sebulan penuh), Hari Raya Idul Fitri (contoh tema: Ber-Idul bersama Nabi, dll.), dan pada hari-hari besar Islam.
3.    Perpustakaan masjid menyelenggarakan kajian tentang Tafsir Al Qur’an, Hadist, Fiqih, Shirah Islam, dan lain-lain, yang pelaksanaannya terjadwal dan pematerinya adalah ulama yang mumpuni dalam bidang tersebut. Dengan kegiataan ini umat akan bertambah pengetahuannya tentang agama Islam. Penyelenggaraan madrasah diniyah atau TPQ yang dilaksanakan oleh pengurus takmir masjid sebagai sarana tranfer ilmu pengetahuan kepada umat.
4.    Memberikan penghargaan kepada anggota yang paling sering berkunjung ke perpustakaan; baik karena meminjam, membaca di tempat, atau memang sebatas “berkunjung”. Bisa juga memberikan penghargaan kepada donatur perpustakaan atau pemasok terbanyak bahan pustaka.
5.    Menyelenggarakan lomba atau kegiatan yang dapat mendongkrak minat baca anggota perpustakaan.

PENUTUP
Masjid pada awalnya adalah suatu tempat untuk beribadah sholat. Namun, pada perkembangannya masjid dijadikan sebagai tempat pemencaran informasi. Bentuk dari pemencaran informasi ini adalah adanya adanya perpustakaan masjid. Perpustakaan ini berperan untuk mengajak umat agar mau membaca seperti pada ayat pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW. Membaca koleksi yang ada merupakan salah satu sarana mencerdaskan umat. Pada saat ini, perpustakaan masjid memang belum seperti pada masa kejayaan Islam namun kita sebagai umat Islam harus mempunyai tekad untuk mengulang kembali masa itu dengan memakmurkan masjid dan perpustakaanya dan menajdikan sebagai pusat sumber belajar.






DAFTAR PUSTAKA
Minda Perangin Angin. 2004. Berdialog dengan Buku, dalam “Bukuku Kakiku”. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mohammad Ali Hisyam. Perpustakaan Rumah Baca. Harian Jawa Pos. 30 April 2006.
Musaheri. 2005.  Membaca Tiang Peradaban. Jurnal EDUKASI (Diknas Sumenep). Edisi No. 03. Hal. 18
Ahmad Syalabi. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Ahmad Syalabi. 1975. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Badri Yatim. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo  Persada.
Dep. Agama DIY. 2003. Pedoman Pemberdayaan Masjid. Yogyakarta: Proyek Dep. Agama
Mangun Budiyanto. 2011. Masjid sebagai Pusat Pendidikan Islam (Tinjuan Historis). Dalam mangunbudiyanto.wordpress.com/ diakses pada hari Rabu, 26 Januari 2011 pukul 13.45 wib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar