MASJID DAN PEMENCARAN INFORMASI:
TINJUAN TERHADAP PERPUSTAKAAN MASJID SEBAGAI SARANA
MENCERDASKAN UMAT
PENDAHULUAN
Masjid merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan umat, dimana ada umat Islam dapat dipastikan
di tempat itu ada masjid sebagai tempat ibadah kaum muslimin dalam upaya
mendekatkan diri kepada Allah SWT dan sebagai pusat informasi bagi jamaah. Juga
masjid merupakan tempat meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan umat baik ilmu
dunia maupun ilmu akhirat. Hal ini sesuai dengan arah dan tujuan Pembangunan
Nasional yaitu adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia.
Masjid, dalam kehidupan masyarakat
muslim, punya daya magis yang luar biasa dan intensitas kunjungan mereka ke
tempat ibadah ini sangat tinggi. Bahkan, fakta sejarah menorehkan, bahwa masjid
itu multifungsi: tempat ibadah, musyawarah, silaturrahim, pusat dakwah, benteng
pertahanan perang, dan juga sebagai lembaga pendidikan. Hemat penulis,
“memanfaatkan” masjid sebagai sarana untuk mencerdaskan umat dengan menjadikan
masjid sebagai pusat baca masyarakat, dapat dikategorikan memakmurkan masjid.
Selain itu, minat baca masyarakat akan terdongkrak, dan akhirnya kita akan
menemukan masyarakat kita sebagai masyarakat yang cerdas, menghargai ilmu
pengetahuan, serta memiliki hati yang selalu “terikat” dengan masjid.
Masjid sejatinya tidak hanya menjadi tempat beribadah
umat Islam. Menurut J Pendersen dalam bukunya Arabic Book, pada masa keemasan Islam, masjid juga berfungsi
sebagai pusat kegiatan inetelektualitas. Pada era kekhalifahan, masjid
merupakan sarjana dan Ulama menyusun buku. “Sebelum diterbitkan, seorang
penulis atau ilmuwan harus mempresentasikan isi bukunya kepada publik. Mereka
melakukannya di masjid dengan cara dibaca atau didiktekan,” menurut Ziaudin
Sardar. Masjid dan perpustakaan pada masa kejayaan Islam tak bisa dipisahkan.
Sebab, masjid juga memainkan peranan penting lainya yaitu sebagai perpustakaan.
Idealnya semua masjid memiliki perpustakaan sebagai
salah satu sarana pendidikan non formal bagi jamaah masjid dan diharapkan
perpustakaan tersebut dapat membantu meningkat pengetahuan dan kemampuan
jamaah. Peran strategis ini dapat direalisasikan manakala kita berpegang teguh
kepada salah satu ajaran agama untuk tetap memakmurkan masjid. “Hanyalah
yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, mengeluarkan zakat dan
tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah SWT, merekalah orang-orang
yang diharapkan termasuk golongan yang mendapatkan petunjuk”. <QS. At Taubah
: 18>
Dalam tulisan ini akan
dibahas tentang secara perpustakaan masjid pada masa kejayaan Islam, dan
strategi yang harus dilakukan agar perpustakaan masjid sabagai sarana mencerdaskan
umat.
PERPUSTAKAAN MASJID PADA MASA
KEJAYAAN ISLAM
SEJARAH
MASJID
Secara bahasa masjid berarti tempat bersujud. Istilah
“masjid” berasal dari kata sajad, yasjudu
yang berarti membungkuk dengan hormat dalam posisi sujud pada waktu sholat
( Al-Munawwir, 1984: 650). Dari kata tersebut berubah menjadi “masjid” yang
merupakan kata benda yang menunjukkan arti tempat sujud (isim “makan” dari fi’il
“sajada”). Jadi masjid merupakan
Baitullah atau rumah Allah. Sehingga orang yang memasukinya disunahkan
mengerjakan shalat tahiyatul masjid
sebanyak 2 rekaat sebagai penghormatan terhadap masjid.
Masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah SAW (Shihab,
1996 : 461) adalah masjid Quba’, kemudian disusul dengan masjid Nabawi di
Madinah. Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tentang masjid yang dijuluki
Allah sebagai masjid yang dibangun atas dasar takwa (QS. Al-Tawbah (9):108),
yang jelas bahwa keduanya masjid Quba dan masjid Nabawi dibangun atas dasar
ketakwaan, dan setiap masjid seharusnya memiliki landasan dan fungsi seperti
itu. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW meruntuhkan bangunan kaum munafik
yang juga mereka sebut masjid dan menjadikan lokasi itu tempat pembuangan
sampah dan bangkai binatang, karena di bangunan tersebut tidak dijalankan
fungsi masjid yang sebenarnya, yakni ketakwaan.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad mengajarkan “bumi ini adalah masjid bagimu. Oleh karena
itu, tunaikanlah shalat di mana saja kamu berada pada saat waktunya tiba (
Shahih Muslim, Masjid I). Meskipun shalat dapat dilaksanakan di mana saja, dan
masjid-masjid sebagai tempat shalat dapat dibangun dimana-mana, pada umumnya
aktivitas shalat maupun bangunan masjid dapat dijumpai di kota, desa dan
kampung. Di mana kaum muslim bermukim, dalam jumlah yang cukup banyak, usaha
pertama yang dilakukan adalah membangun masjid di tengah-tengah mereka. Selama
masa penaklukan Islam di Irak dan Afrika Utara pada abad ke 7, tentara muslim
biasanya meyediakan tempat khusus untuk dijadikan masjid di tengah-tengah
perkemahan mereka, mengikuti contoh Rasullah ketika berada di Madinah. Ruangan
shalat tersebut berkembang menjadi bangunan-bangunan yang digunakan sebagai
tempat ibadah.
PERPUSTAKAAN MASJID PADA MASA
KEJAYAAN ISLAM
Menengok perkembangan perpustakaan sebagai pusat ilmu
pengetahuan bagi kaum muslimin dengan masjid sebagai pusat keagamaan dan
peradaban pernah terjadi pada masa keemasan Islam sekitar abad 7 sampai
dengan 13 H, kira-kira pada zaman Abbasiyah. Sejarah Islam menyebutkan bahwa
misi dinasti Amawiyah tercatat lebih konsentrasi pada ekspansi perluasan
wilayah, sedangkan Abbasiyah memberikan perhatian pada peningkatan mutu
kemampuan kaum muslimin dalam berbagai bidang dan lebih menitikberatkan
konsentarsi pada pengembangan peradaban Islam (Islamic civilization).
Sejumlah perpustakaan besar yang tercatat dalam
lembaran sejarah pada masa itu telah membawa pengaruh positif bagi perkembangan
umat dan kejayaan Islam. Kaum muslimin di saat itu, bergerak sangat agresif
dalam mendalami dan menyebarkan berbagai cabang ilmu pengetahuan dan hal ini
telah menyebabkan Islam menemukan kejayaannya yang luar biasa. Meskipun pada
akhirnya semuanya habis termasuk perpustakaannya, menyusul kemunduran
kaum muslimin dari pentas peradaban, termasuk karena ekses kekalahan dalam
perang salib. Kita tidak sedang bernostalgia, namun kita mencoba mempelajari
faktor-faktor kejayaannya dan mencari kemungkinan mengikuti jejak sejarah itu
kembali.
Menurut M. Kailani Eryono (1991:12) ada empat faktor
yang dapat menyebabkan kejayaan, yaitu :
1.
Kecintaan umat Islam pada ilmu pengetahuan.
2.
Perhatian Kepala Negara pada pembangunan tradisi keilmuan.
3.
Tingginya motivasi penerjamah dan penulis.
4.
Banyaknya waqaf buku dari para dermawan.
Di masa pemerintahan Khalifah al-Makmum,
beliau merekonstruksi masjid yang tidak terpisah dengan perpustakaan. Di
Andalusia saja, pada abad ke-10 terdapat sekitar 20 perpustakaan.
Salah satunya, yaitu perpustakaan umum Cordova, telah mampu menyediakan 400.000
judul buku. Padahal, pada empat abad berikutnya, sebuah perpustakaan yang
terlengkap di Eropa pada Gereja Canterbury hanya mampu menyediakan 1.800
judul buku. Bahkan, perpustakaan umum di Tripoli mampu menyediakan tiga
juta judul buku dan 50.000 eksemplar al-Quran berikut tafsirnya pada abad yang
sama. Kini umat Islam ditantang dan bertanggungjawab menjadikan kembali
perpustakaan berbasis masjid sebagai media pencerahan dan perncerdasan umat.
PERPUSTAKAAN MASJID SEBAGAI SARANA MENCERDASKAN UMAT
Perpustakaan
masjid merupakan perpustakaan umum yang berada di lingkungan masjid. Koleksinya
umumnya diutamakan buku-buku ilmu keagamaan (Agama Islam). Bila
dipersentasekan, sekitar 60 persen koleksi perpustakaan masjid diisi koleksi
ilmu pengetahuan tentang agama islam dan 40 persen berisikan koleksi tentang
ilmu-ilmu teknologi. Sedangkan sasaran yang akan dicapai melalui perpustakaan
masjid itu, antara lain untuk memantapkan iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT
dan juga kecakapan serta keterampilan untuk meningkatkan taraf hidup di
berbagai bidang kehidupan melalui ilmu pengetahuan.
Perpustakaan
masjid diletakkan di serambi kanan atau kiri masjid. Posisi ini agar mudah
terlihat dan diakses oleh jama’ah. Tuntutan administrasi jangan sampai membuat
jama’ah (yang kemudian dijadikan anggota) mengalami kesulitan dalam mengakses
bahan pustaka. Apalagi, jama’ah masjid tersebut dengan mudah dikenali karena
memang dari daerah yang tidak jauh dari masjid dimaksud.
Perpustakaan masjid yang ideal
seharusnya menjalankan fungsi-fungsi perpustakaan. Fungsi perpustakaan tersebut
yaitu sebagai tempat mengumpulkan koleksi baik buku, majalah maupun bentuk
koleksi lainnya, mendata koleksi yang masuk, mengkategorikan koleksi kedalam
kelompok yang sesuai, menyusun koleksi di rak koleksi sesuai dengan
pengelompokkannya agar mudah diakses oleh pengunjung, memelihara dan menjaga
kondisi fisik koleksi, mengatur distribusi (peminjaman dan pengembalian)
koleksi dan menyediakan fasilitas tambahan lainnya yang mendukung kenyamanan
pengunjung.
Kegiatan
perlu dilakukan perpustakaan masjid agar menjadi sarana mencerdaskan umat
antara lain;
1. Dari segi koleksi, perpustakaan masjid setidaknya memiliki
koleksi sebagai berikut:
a.
Khutbah Jum’at (edisi dua bahasa:
Arab dan Indonesia)
b.
Buku-buku yang berisi tentang
keutamaan-keutamaan Hari Jum’at, Shalat Jum’at, Shalat Jama’ah, Bulan Ramadlan,
Puasa, I’tikaf di masjid, dan lain-lain yang berkaitan dengan ibadah, seperti
Rahasia Lailatul Qadar.
c.
Rekaman khutbah jum’at khusus yang
diterjemah atau ada penjelasan dalam Bahasa Indonesia. Rekaman ini dalam edisi
MP3. Dengan edisi MP3, biayanya akan lebih murah dan lebih mudah di back up
oleh jama’ah untuk koleksi pribadi.
d.
Mengoleksi buku-buku Sejarah Islam
e.
Buku biografi Nabi Muhammad dan
para ilmuwan Islam agar umat yang membacanya termotivasi untuk mengikuti
jejaknya.
f.
Buku pengetahuan umum dan
teknologi untuk menambah wawasan umat
g.
Berlangganan Koran. Koran dapat
diletakkan di mading dekat parkir masjid atau di halaman masjid yang teduh.
Pengurus Perpustakaan bisa mengambil kebijakan berlangganan koran hanya pada
hari jum’at saja. Karena pada hari jum’at, anggota perpustakaan (semua jama’ah
masjid) banyak yang datang.
2. Menerbitkan Buletin Jum’at. Buletin ini berisi tema
yang beragam sesuai isu teraktual, baik internasional (seperti invasi ke Iraq,
dll.), nasional (tentang penetapan 1 Muharram, dll.), atau juga lokal (adanya
aliran sesat, dll.). Jika muncul kekhawatiran dengan adanya buletin ini jama’ah
tidak akan mendengarkan khutbah, maka redaksi wajib menuliskan
peringatan “Dilarang Dibaca Saat Khutbah”. Redaksi Buletin Jum’at juga
dapat menerbitkan edisi khusus menjelang bulan ramadlan (misal, berisi faidah
shalat tarawih selama sebulan penuh), Hari Raya Idul Fitri (contoh tema:
Ber-Idul bersama Nabi, dll.), dan pada hari-hari besar Islam.
3. Perpustakaan masjid menyelenggarakan kajian tentang Tafsir Al
Qur’an, Hadist, Fiqih, Shirah Islam, dan lain-lain, yang pelaksanaannya
terjadwal dan pematerinya adalah ulama yang mumpuni dalam bidang tersebut.
Dengan kegiataan ini umat akan bertambah pengetahuannya tentang agama Islam. Penyelenggaraan
madrasah diniyah atau TPQ yang dilaksanakan oleh pengurus takmir masjid sebagai
sarana tranfer ilmu pengetahuan kepada umat.
4. Memberikan penghargaan kepada anggota yang paling sering
berkunjung ke perpustakaan; baik karena meminjam, membaca di tempat, atau
memang sebatas “berkunjung”. Bisa juga memberikan penghargaan kepada donatur
perpustakaan atau pemasok terbanyak bahan pustaka.
5. Menyelenggarakan lomba atau kegiatan yang dapat mendongkrak
minat baca anggota perpustakaan.
PENUTUP
Masjid
pada awalnya adalah suatu tempat untuk beribadah sholat. Namun, pada
perkembangannya masjid dijadikan sebagai tempat pemencaran informasi. Bentuk
dari pemencaran informasi ini adalah adanya adanya perpustakaan masjid.
Perpustakaan ini berperan untuk mengajak umat agar mau membaca seperti pada
ayat pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW. Membaca koleksi yang ada
merupakan salah satu sarana mencerdaskan umat. Pada saat ini, perpustakaan
masjid memang belum seperti pada masa kejayaan Islam namun kita sebagai umat
Islam harus mempunyai tekad untuk mengulang kembali masa itu dengan memakmurkan
masjid dan perpustakaanya dan menajdikan sebagai pusat sumber belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Minda
Perangin Angin. 2004. Berdialog dengan Buku,
dalam “Bukuku Kakiku”. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mohammad Ali Hisyam. Perpustakaan
Rumah Baca. Harian Jawa Pos. 30 April 2006.
Musaheri.
2005. Membaca Tiang Peradaban.
Jurnal EDUKASI (Diknas Sumenep). Edisi No. 03. Hal. 18
Ahmad
Syalabi. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Ahmad
Syalabi. 1975. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Badri Yatim.
2000. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Dep. Agama
DIY. 2003. Pedoman
Pemberdayaan Masjid. Yogyakarta: Proyek Dep. Agama
Mangun Budiyanto. 2011. Masjid
sebagai Pusat Pendidikan Islam (Tinjuan Historis). Dalam mangunbudiyanto.wordpress.com/
diakses pada hari Rabu, 26 Januari 2011 pukul 13.45 wib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar